Wednesday, September 12, 2012

Sedikit lebih lanjut lagi tentang AFA 2012: Perpanjangan dunia maya dalam interaksi dunia nyata

Oleh: Rizki Musthafa A 

Anime Festival Asia Indonesia 2012 (Konten Acara)
Awal September 2012 ini, masyarakat penggemar anime di Indonesia pada akhirnya menyambut sebuah perhelatan berskala Internasional, yaitu Anime Festival Asia. Acara ini sendiri diadakan kali ketiga dalam tahun 2012 (Singapura, Malaysia, dan Indonesia). Anime Festival Asia telah diadakan sejak tahun 2008, merupakan acara tahunan yang mengusung tema animasi Jepang, beserta budaya populer Jepang lain seperti cosplay, anisong, doujinshi ataupun card game. Hanya saja yang terlihat jelas di AFA Indonesia hari pertama bukanlah pagelaran animasi dan hal-hal yang langsung berkaitan dengan produksi animasi, studio, sekolah atau pengisi suara, melainkan parade sekumpulan pameran produk-produk hilir yang mengelilingi dunia animasi Jepang, termasuk di dalamnya cosplay, doujinshi, J-pop, anime song, maid cafe, itasha dsb. Di antara cosplayer yang ada bahkan terdapat beberapa yang membawakan tema kostum tokusatsu/ live action hero. Selain cosplayer tokusatsu yang sifatnya terkesan ‘hanya meramaikan’, ada pula sebuah display yang memamerkan modifikasi motor ‘battlehopper’, motor dari serial tokusatsu "Kamenrider Black". Terkenal di Indonesia pada era 90-an dengan judul “Ksatria Baja Hitam”, kehadiran mereka secara tidak langsung melahirkan asumsi kalau budaya populer Jepang, apapun itu sepertinya tidak terlalu dipermasalahkan segmentasinya oleh komunitas penggemarnya. 

Minat masyarakat umum yang menggemari anime dan budaya populer Jepang dalam menghadiri acara ini ternyata cukup besar. Secara kasat mata, minat tersebut tercermin dalam antrian tiket hari pertama; padat memanjang di kawasan parkir gedung utama JI Expo, Pekan Raya Kemayoran, Jakarta. Partisipasi masyarakat yang cukup besar ini sebetulnya memang didukung oleh sistem advanced ticketing yang disediakan oleh sebuah convinience store ternama di Indonesia. 4000 tiket advanced habis terjual, dan tiket yang dijual pada pada hari perhelatan pun banyak diserbu pengunjung. Hanya saja, terdapat kekecewaan bagi pembeli advance ticketing ini karena mereka harus antri lebih lama dibandingkan para pembeli tiket di hari acara. Secara umum, perhelatan serupa seperti Anime Festival Asia, festival-festival kebudayaan Jepang yang sering diadakan di kota-kota besar Indonesia membuka ruang gerak dan tumbuh bagi berbagai jenis komunitas pecinta dunia budaya populer (dalam hal ini Budaya Populer Jepang) untuk melakukan gathering atau reuni. AFA ID pun tak terkecuali, beberapa pengunjung terlihat menampakkan ekspresi kegembiraan seperti layaknya orang-orang yang melakukan reuni keluarga. Acara semacam ini memang mendukung komunitas-komunitas yang ada untuk berekspresi menurut kegemaran mereka masing-masing. Sebagai contoh, dalam acara ini pun digelar sebuah Cosplay exhibition yang diadakan sebagai rangkaian AFA Regional Cosplay Championship 2012.  Sebagai catatan, selama ini di kota-kota Besar di Indonesia seperti halnya Jakarta atau Bandung budaya cosplay memang telah cukup diakui dan banyak dilakukan oleh kaum muda.

Danny Choo tampil dalam action figure dirinya
Mirai Suenaga dalam aplikasi Mirai Clock 3
Pernak-pernik yang dijual di Anime Festival Asia 2012 hari pertama seperti halnya FIGMANIA, Nendoroid, dan macam-macam action figure merupakan salah satu daya tarik yang cukup mencolok ketika pengunjung memasuki hall yang disediakan untuk pameran. Selain itu, terdapat sebuah stand yang menghadirkan berbagai merchandise dari Danny Choo, seorang blogger yang cukup ternama di kalangan pecinta Budaya Jepang karena jasanya menghubungkan antara otaku, dunia media dan pemerintah Jepang. Lebih lanjut mengenai stand Danny Choo, terdapat beberapa hal yang menarik. Hampir seluruh merchandise dikemas dengan karakter bergaya anime original, yaitu karakter Mirai Suenaga. Karakter ini mendominasi berbagai macam benda mulai dari Itasha (Mobil bermotif ilustrasi anime), action figure, aplikasi I-Pad, Dollies, hingga moekana (kartu flash hiragana bertema karakter Mirai Suenaga). Mirai Suenaga sendiri digambarkan sebagai gadis SMU yang berasal dari masa depan, lengkap dengan teman-teman dan suasana masa depan tempatnya tinggal. Pengunjung dapat dengan mudah berfoto di sekitar itasha, atau bermain kartu moekana. Melihat gaya merchandising semacam ini kita seakan diingatkan kepada popularitas beberapa karakter lawas yang juga terkenal seperti Hello Kitty dan Doraemon. Tak jauh dari stand display ini, Danny Choo sendiri pun menimbulkan antrian para penggemar yang menghendaki tanda tangannya di kartu moekana yang telah mereka beli.


Antrian di dengan Moe Moe Kyun Cafe
Sebetulnya lebih banyak lagi stand (karena ragamnya bisa saja disebut 'atraksi') yang menarik seperti Moe-Moe Kyun Maid Cafe dan Atelier Royale Cafe. Kedua kafe bertema maid dan butler ini, diwarnai oleh antrian panjang pada pintu masuknya. Terlihat bahwa antusiasme pengunjung pria dan wanita tak berbeda karena selang-seling dalam antrian tersebut, jumlah pengunjung pria dan wanita pun terlihat sama. Dua orang pengunjung yang saya temui dalam antrian beranggapan bahwa kafe semacam ini cukup menarik justru karena keberadaan pelayan gadis remaja berkostum Maid. Menurut mereka kafe yang dilayani oleh gadis-gadis tersebut menarik karena bersifat moe, namun ada sedikit perbedaan mendasar dalam ketertarikan yang dimiliki kedua pengunjung ini. Salah satu dari mereka menyatakan bahwa kostum mereka menarik dan ia pun menunjuk potret salah seorang maid yang terpampang di depan maid kafe ini. Pengunjung kedua menyatakan belum dapat memutuskan sebelum melihat dan merasakan langsung interaksi dengan maid-maid tersebut. Ternyata, pengertian kata moe bagi kedua pengunjung ini membuktikan bahwa belum ada kesamaan atau ketegasan mengenai apakah arti moe sebetulnya. Selain itu mereka beranggapan kalau penyaluran kreativitas seperti maid cafe akan cukup baik jika diterapkan oleh bidang usaha sejenis.

Vivian Wijaya (Dr.Vee)
Stand lain yang mendapatkan perhatian tim kami dari JAYAPOKEN adalah stand mangaka Dr.Vee (Vivian Wijaya). Merupakan salah satu stand yang mengusung tema manga, Dr.Vee yang memulai debutnya sejak 2006 mengomentari bahwa di antara 3 perhelatan yang ia alami selama debutnya sejak bersolo karir AFA adalah acara yang terbesar. Ia juga mengekspresikan keterkejutannya terhadap pangsa pasar manga di Indonesia yang kian tumbuh besar. Feedback yang ia dapatkan dari pembaca manganya adalah para penggemar yang kemudian berusaha hunting karya-karyanya dan juga beriteraksi langsung dengan mereka lewat jejaring sosial Facebook. Sembari bercerita tentang usahanya yaitu membuka sekolah manga "Dr.Vee Mangaka Club", Dr. Vee secara tersirat tersenyum memperlihatkan kegembiraannya berpartisipasi dalam acara ini.

Terlepas dari segala kekurangan dan kelebihan bersifat teknis yang ada dalam AFA ID 2012, terdapat sebuah benang merah yang kiranya bisa ditarik. Lebih spesifik pada hari pertama, ketika belum ada pemutaran animasi dan hanya ada hal-hal yang bersifat mendukung dunia animasi itu sendiri. Banyaknya segmentasi yang beragam namun tidak terpisah-pisah, terjadi serentak. Segmentasi tersebut hadir dalam sebuah dunia yang dianggap oleh kebanyakan orang awam terlepas dari dunia nyata. Secara kolektif dipahami dan dilakukan pula oleh para partisipan AFA ID 2012. Sekilas, mereka yang berada di dalam acara ini seakan terbalut kabut ilusi dari karakter 2 dimensi, tema-tema anime, sifat atau karakter yang dibuat-buat, tercermin dalam cosplay, misalnya. Namun jika memperhatikan lebih dalam berbagai hal yang dilakukan di dalam AFA ID 2012 oleh para pengunjung, sebetulnya mereka tidak dapat dikatakan terselubung oleh sebuah kabut khayal yang menghalangi pandangan mereka akan dunia nyata. 

Berfoto sambil mengobrol
Dari sudut pandang para partisipan sebagai pelaku, mereka berkumpul bersama teman-temannya, bekerjasama membuat kostum, bekerjasama memakaikan kostum ke temannya, kembali bertemu dengan kawan lama atau kawan online hanya di acara tersebut, bertemu dengan orang yang dianggap berjasa, rela antri tanpa terlalu berdesak-desakan, karena merasa bahwa orang yang antri bersama mereka ada dalam satu kepahaman. Mereka justru terlihat jelas berusaha menarik segala sesuatu yang bersifat khayal ke dalam dunia nyata dengan mewujudkan karakter 2 dimensi menjadi nyata, seperti misalnya cosplay. Action figure, itasha atau motor modifikasi belalang tempur pun masih terasa memiliki unsur-unsur ini, karena keberadaan mereka hanyalah perpindahan dari dunia dwimatra; dua dimensi, ke dunia trimatra; tiga dimensi. Jika 2+1=3, jadilah hal ini dapat dikatakan penjumlahan, atau perpanjangan.
Mirai Suenaga di Itasha
Megurine Luka dan Kaito (Depan), 'bernyanyi' dalam kotak kaca

Jika 'perpanjangan' dimengerti sebagai perpanjangan dunia maya seperti  yang dijelaskan oleh Jean Baudrillard dalam 'Simulacra and Simulation', terkuak hal yang menarik. Baudrillard menjelaskan keberadaan dongeng-dongeng masa kini seperti yang dipamerkan oleh Disneyland, sebagai sampah khayalan masa lalu yang harus didaur-ulang oleh orang-orang di masa kini, di samping proses kejadian beberapa dari mereka yang betulan lahir dari ruang hampa (lihat mickey mouse? lihat juga tetsuwan atom? dari legenda kuno manakah mereka terlahir?). Bagaimanapun mereka ingin melakukan simulasi, peniruan sesuatu yang kasat mata, dunia nyata pasti juga akan terpengaruh olehnya. Pengaruh tak terhidarkan ini ibarat perampok yang ingin merampok bank dengan senjata palsu (niat agar tak ada yang tersakiti), apakah mereka dapat menghindar dari tembakan polisi yang menghadang di luar bank atau bisakah mereka mencegah salah seorang sandera yang meninggal di dalam bank akibat serangan jantung? Cosplayer Samurai juga tak mungkin memaksa pihak keamanan atau penyelenggara jika pedang tajam mainan (atau asli) yang digunakannya tidak diperbolehkan memasuki acara (dianggap berbahaya). Cosplayer GUNDAM pun tak lekang dari kenyataan kepanasan di dalam kostum, karena ia bukanlah GUNDAM sesungguhnya, betapapun meyakinkan senjata dan desain mobile suit yang ia pakai.
Kakek nenek kita yang hidup di tahun 40-an sebagai remaja mungkin sebagian masih demikian takjub melihat betapa anehnya melihat film yang berwarna atau bagaimana kartun dapat dibuat bergerak dan berbicara, sebagian lagi bisa saja merasa biasa, namun mereka kemudian sama-sama menerimanya sebagai sesuatu yang wajar karena mereka berada di tengah dunia nyata (mungkin beberapa tempat di dunia malah tidak sadar kartun adalah hal yang luar biasa karena lebih disibukkan oleh pertahanan diri kala perang). 
Kita sebagai pecinta kebudayaan Jepang populer sendiri masih dibuat penasaran oleh keajaiban hologram Vocaloid Miku di atas panggung di balik kaca beberapa waktu lalu atau penampilan raksasanya di water stage awal September ini juga, Dunia kita kini telah penuh dengan gabungan dunia maya dan nyata yang bersinergi, dalam sebuah teknologi augmented reality. Peta car navi, yang tadinya cuma terpampang di GPS mulai dikembangkan ke kaca mobil holografik. Manusia dapat membayangkan seperti apa dunia di masa depan setelah nantinya konsep-konsep yang ditawarkan dunia maya sekarang kian mewujud. Mungkin mobil terbang belum diproduksi masal, tapi sejak beberapa abad lalu orang sudah mulai bisa menciptakan sesuatu dari udara kosong (bukti pula kalau kita memang ciptaan terbaik Tuhan), dan hal tersebut mewujud, secara harfiah. 
Dari dunia maya mewujud ke dunia nyata, ini ternyata salah satu kemampuan manusia. Makhluk manapun mesti menerimanya.