Tuesday, December 28, 2010

Yaoi Fandom: Reading Yaoi Comics "An Analysis of Korean Girls 'fandom' by Sueen Noh

Malam-malam hujan ngga ada kerjaan, akhirnya mulai membuka artikel-artikel yang membahas tentang salah satu bahasan penelitian jayapoken, yaitu Yaoi. Dalam artikel yang berjudul Reading Yaoi: An Analysis of Korean Girls 'Fandom' oleh Suen Noh mendapat beberapa penegasan atas asumsi-asumsi yang ada tentang manga bergenre yaoi.
Untuk perkenalan singkat saja manga bergenre yaoi adalah salah satu sub kategori shojo manga yang menceritakan percintaan antar cowok-cowok ganteng dan manis. Dengan kata lain, shojo manga tapi tokohnya saja beda, yaitu antara dua orang laki-laki.
Dalam artikelnya, Sueen Noh memaparkan penelitiannya tentang fandom yaoi di kalangan pembaca perempuan. Sueen menggunakan metodologi Etnographic Interviewing dimana si peneliti terlibat langsung di dalam kehidupan narasumbernya. Awalnya Sueen mengadakan penelitian awal dengan mengadakan kajian literatur seperti artikel-artikel dan jurnal-jurnal yang berhubungan dengan yaoi. lalu dia juga meneliti online forum yaoi sampai akhirnya berhasil mendapatkan 10 narasumber yang bersedia di interview melalui online.
Dalam penelitian ada beberapa poin yang penting, antara lain:
1. Perbedaan antara homosexuality dan homosexual
seperti yang dikutip dalam artikelnya "Interviewees obviously distinguish Yaoi from homosexuality: homosexuality is simply their fantasy, whereas it is an action and a reality for actual homosexual".
dengan kata lain, bagi para fans Yaoi homosexuality adalah khayalan atau fantasi mereka tentang bagaimana sebuah hubungan percintaan, sedangkan homosexual merupakan fenomena yang ada di dalam kehidupan nyata. Bagi perempuan Korea Yaoi berbeda dengan male homosexuality, bagi mereka Yaoi adalah; 1) male homosexuality as simply the subject matter of comics; b) the sexual pleasure of women; 3) female genre and culture. "in conclusion, Yaoi is a genre for women, by women, and of women, which is illuminated by the "female gaze". Interpretasi saya terhadap istilah "female gaze" disini, adalah bagaimana perempuan memandang hubungan antara pria, bagaimana si pria menjadi objek maupun subjek dari sebuah cerita atau kondisi, dimana perempuan mempunyai kepuasan tersendiri meliat pria "terobjekkan"
2. Alasan para perempuan menyukai (dibaca membaca) yaoi
Ketika Sueen menanyakan alasan mereka membaca yaoi, para narasumber langsung menjawab "because it is very interesting" or "because reading it gives me pleasure"
yang menarik dari jawaban mereka .......it give me pleasure" nah, "pleasure" yang seperti apa yang mereka dapatkan, dari semua jawaban disimpulkan ada dua macam "pleasure" yaitu; pleasure of voyeurism and subversion.
Pleasure of voyeurism secara sederhana adalah kepuasan yang didapatkan (bisa kepuasan seksual) dari melihat yang bersifat erotik atau seksual. Bagi masyarakat Korea yang sangat kuat sistem patriakatnya, perempuan korea merasa takut untuk mengekspresikan keinginan seksual secara bebas, karena kental nilai-nila konfucu di masyarakat Korea, maka Yaoi bisa menjadi media atau sarana untuk memuaskan keinginan dan kepuasan seksual mereka. Seperti dikutip dari Ogi dalam artikelnya ...."therefore, male sexuality in girls comics has been understood "as a subtitute for heterosexual relationship for women who could not face their own sexuality"
The Pleasure of Subversion, kepuasan subversif disini adalah kepuasan dari para perempuan pembaca yaoi memutarbalikan "male gaze" menjadi "female gaze". Dalam "male gaze" tokoh perempuan dalam media seperti film, komik diciptakan untuk membangkitan gairah para laki-laki, nah teori ini bisa di gunakan juga pada yaoi dimana para perempuan melihat tokoh-tokoh yaoi melalui "female gaze" mereka, disini perempuan bukan lagi objek napsu para laki-laki tapi justru para laki-laki lah yang menjadi objek. "In other words, women entertain themselves through Yaoi by becoming the active subjects of narratives, for Yaoi displays heroes as passive objects. it is the very fascination with Yaoi that allow women who have been objectified by the male gaze in mass media to instead become the subjects of gaze dominating male personae in reverse.

To be continued......

Friday, September 17, 2010

Modernisme

Apabila kita membicarakan budaya populer, maka kita tidak bisa lepas dari kondisi kemunculan budaya populer yaitu konsep "Modernisme"

Apakah yang dimaksud dengan Modernisme?

Secara sederhana modernisme adalah suatu keadaan yang serba maju, gemerlap dan menenangkan hati. Dengan kata lain mengacu kepada perkembangan teknologi seperti ditemukannya listrik, diciptakannya mobil, kereta api, makanan siap saji, telepon genggam, komputer, internet dan lain sebagainya. hasil dan karya cipta tersebut berkembang dan bermetamorfosis di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

Dalam hal ini modernisasi menandakan kondisi selalu berubah dan tidak pasti dan juga menjanjikan suatu kondisi yang lebih baik.

Apakah benar demikian adanya?

Adapun bentuk-bentuk kebudayaan yang menandai modernisasi antara lain: a) Rasionalitas, b) industri, dan c) teknologi.

Rasionalitas adalah hasil dari pencerahan "akal budi" yang membantu kita menghadapi mitos-mitos serta keyakinan-keyakinan tradisional yang tidak mendasar. Menurut Chris Baker "akal" dapat mende-mistifikasikan dan menyingkap dunia, mengalahkan agama, mitos dan takhayul.
sedangkan dalam filsafat: "akal" sumber kemajuan dalam pengetahuan dan masyarakat, sehingga munculah istilah "filsafat pencerahan" --> mencari kebenaran universal, yakni prinsip-prinsip pengetahuan yang berlaku pada waktu, tempat dan budaya manapun.

Dalam filsafat pencerahan --> mendorong perkembangan ilmu-ilmu, pendidikan universitas, dan kebebasan dalam politik dan keadilan.

Pada permukaannya paparan tentang konsep modernisasi memang nampak disekeliling kita, tapi para pemikir aliran Marx berpendapat pemikiran tentang pencerahan bukannya melahirkan kemajuan, tetapi justru memunculkan penindasan dan dominasi. Menurut mereka, akal mengarah bukan pada pemenuhan kebutuhan material atau pencerahan filosofis, melainkan kepada kontrol dan perusakan.

Teknologi --> akan membawa kita ke kehidupan yang serba mudah, cepat, dan lebih baik --> menawarkan penyelesaian kilat ( John Naisbit).

Teknologi juga mempunyai "sisi gelap" (Baker mengutip Berran) "menjadi modern sama artinya dengan berada di sebuah lingkungan yang menjanjikan petualangan, kekuasaan, kegembiraan,
pertumbuhan, transformasi diri dan dunia kita- yang sekaligus juga mengancam akan rusak segala yang kita miliki, segala yang kita tahu, dan keseluruhan diri kita".

Dengan kata lain, modernisme itu bukan budaya yang pasti, tetapi dinamisme modernitas itu sendiri didasarkan pada revisi pengetahuan secara terus menerus.



Tuesday, September 14, 2010

Vocaloid: “Eh? Bukan anime?”





By:Rizki Musthafa A

Dua tahun sudah saya mengenal kata ini. Ketika saya berkenalan untuk pertama kalinya dengan kata ini sekitar akhir 2008, kalimat yang muncul di benak tidak lebih dari : “karakter anime ini lumayan menarik yah”.

Salah. Ternyata VOCALOID bukanlah anime.

Dua tahun yang lalu, tepatnya 9 November 2008, bukan sebuah kebetulan juga rasanya ketika saya dengan niat menggebu berkunjung ke sebuah festival, Japan-Indonesia Matsuri, di arena Pekan Raya Jakarta, Kemayoran.

Siang itu di antara banyaknya acara yang berlangsung, ada pula lomba parade cosplay di salah satu sudut panggung yang telah disediakan oleh panitia. Beberapa grup cosplay pun menampilkan kabaret-kabaret yang telah mereka persiapkan sebelumnya. Muncullah sebuah grup kabaret, yang menampilkan karakter-karakter dari “Vocaloid”. Seperti telah saya ungkapkan di atas, Vocaloid, bagi saya saat itu, mungkin memang sama saja dengan anime-anime lain yang pernah saya tonton selama ini. Tidak lebih dari perasaan tertarik oleh warna-warni karakternya (bisa jadi juga karena manisnya para cosplayer yang berperan di sini?/////). Mereka meng-cover sebuah tarian, diiringi lagu yang bernuansa cukup unik. Kami para otaku lebih menyebut rasa unik ini: ‘moé’, imut, cukup dapat membuat pipi anda bersemu merah melihatnya. Belakangan saya mengenali lagu ini sebagai “Kurutto Mawatte Ikkaiten”, lagu penutup ke-9 dari seri anime Keroro Gunsou. Yang membuat saya terkesan saat itu lebih kepada si tokoh utama (setidaknya terlihat jelas anak inilah tokoh utamanya), gadis berambut hijau terang dan keluar dengan kata-kata “Miku da mon...”.

Dialah Hatsune Miku.

Cerita ini pun bergulir sampai ke awal tahun 2009. Setelah menjelajahi dunia maya akhirnya saya tahu apa sebenarnya Vocaloid ini: Software. Ya, alih-alih sebuah serial animasi seperti yang saya bayangkan sebelumnya, ternyata vocaloid adalah sebuah piranti lunak yang dipergunakan di komputer.
Menurut informasi yang saya tonton dari Asahi TV, dua buah perusahaan di Jepang, yaitu Yamaha dan Crypton Future Media Co.Ltd. beberapa tahun belakangan telah bekerjasama mengembangkan sebuah piranti lunak yang dapat dibuat bernyanyi seperti layaknya seorang penyanyi manusia, dengan menggunakan file MIDI beserta ketikan lirik yang kita masukkan ke dalamnya.
Dengan kata lain, sebuah Penyanyi Virtual.
Dengan kata lain, ya... Vocaloid ini. Saya membayangkan pada akhirnya punya seorang teman penyanyi yang menginap seharian di kamar, dapat disuruh bernyanyi kapan saja. Apa saja mau ia nyanyikan, tanpa keluh, tanpa bosan, tanpa minum atau makan, sesetia itu.
Beberapa pejalan kaki yang diwawancarai di kawasan pusat perdagangan elektronik Akihabara, pun mengakui kekaguman mereka dan tak menyangka bahwa yang ‘bernyanyi’ adalah sebuah software, ketika mereka berjalan-jalan di trotoar dan mendengarkan lantunan suara dari Hatsune Miku.

Sepanjang akhir tahun 2008 saya pun mengunduh dan membaca lumayan banyak informasi di internet mengenai robot, manusia buatan, kecerdasan buatan, sampai kepada ramalan Davy Levy seorang peneliti di Universitas Maastricht, Belanda: "Negara bagian Massachusets, Amerika Serikat bisa saja mulai merumuskan undang-undang perkawinan antara manusia dan robot pada tahun 2050". Melihat begitu ramainya dunia industri robot, wajar rasanya jika saya masih menganggap fenomena piranti lunak Vocaloid, sama saja hebohnya seperti Asimo yang bisa melakukan berbagai hal, termasuk bernyanyi, menari, dan memainkan alat musik, hanya sebagian contoh lain saja dari perkembangan teknologi. Belum timbul pikiran bahwa hal ini ternyata telah dianggap titik tolak yang ternyata telah di-klaim sebagai tonggak sejarah industri hiburan di abad 21 ini.

Sebagai salah seorang pengguna piranti digital dalam bermusik, rasa wajar tersebut mulai berubah setelah saya mencoba sendiri seperti apa penyanyi virtual ini ketika beraksi. Beberapa lagu berbahasa Jepang yang telah saya gubah sebelumnya, (sejak tahun 1994) sudah memiliki lirik, namun belum dapat dinyanyikan karena saya tak menemukan vokalis perempuan yang pas suara dan hawa moe-nya. Beberapa orang teman yang pernah berkolaborasi dalam band komunitas pecinta lagu-lagu jepang pun tak mungkin saya paksa untuk menyanyi lebih moe, selain keterbatasan waktu, jarak dan juga (maaf) karena bukan pasangan sendiri. Lebih tidak menarik lagi kalau laki-laki yang bernyanyi.^^Salah satu lagu yang pernah dipublikasikan pada masa-masa awal saya menggunakan Vocaloid sebagai penyanyi virtual adalah soundtrack dari Gelar Jepang UI 2009, “Kanashii toki wa Itsumo Hatenakute Mieta” (Suara karakter yang pertama-tama saya gunakan adalah Hatsune Miku). Soundtrack pendahulunya untuk tahun 2004, 2005, dan 2007, “Niji no Kuni”, juga dinyanyikan dengan apik oleh Vocaloid Hatsune Miku, walau terkesan sangat elektronik (mau bagaimana lagi, toh Miku memang software).
Sejak pengalaman-pengalaman ini, warna suara Miku yang mewakili remaja SMU usia sekitar 16 tahunan cukup membuat saya merasa impian membuat lagu berbahasa Jepang yang bergaya kawaii atau moe, sebagian telah terwujud.

VOICE LIBRARY YANG MENJUAL?

Karakter Miku tidak sendirian dalam dunia tarik suara virtual, ia merupakan jilid kesekian dari seri-seri karakter yang telah mewakili software Vocaloid sebelumnya. Dalam hal ini pula ternyata terjadi persaingan dari perusahaan-perusahaan pembuat vocaloid. Para perusahaan pembuat menyebut karakter-karakter ini dengan istilah voice library, atau CV (Character voice).

Zero-G Unlimited, sebuah perusahaan Inggris, terlebih dahulu memproduksi Vocaloid. Voice Library pertama mereka, Leon dan Lola, mengawali perjalanan idola-idola virtual ini sejak ditampilkan dalam NAMM show, 15 Januari 2004. Bank suara mereka dilanjutkan oleh Vocaloid Miriam, yang suaranya diisi oleh penyanyi Inggris, Miriam Stockley (diterbitkan 1 Juli 2004).

Crypton Future Media yang berpusat di Sapporo, Hokkaido, Jepang pun menerbitkan juga Vocaloid Meiko (5 November 2004), yang karakternya mewakili seorang model, Meiko Haigo. Walau demikian suara Meiko murni dibuat secara digital. Lalu terbitlah vocaloid berikutnya yaitu Vocaloid Kaito pada tanggal 17 Februari 2006, setelah terlebih dulu memperkenalkannya pada khalayak pada tanggal 3 Maret 2004. Suara Kaito diambil dari penyanyi Naoto Fuuga. Sayangnya Kaito tidak begitu disambut dengan meriah, karena suara laki-lakinya sepertinya kurang begitu menarik bagi para otaku. Bagaimanapun, Crypton Future Media sebagai perusahaan pembuat Vocaloid di Jepang tampaknya lebih menyadari pentingnya arti sebuah karakter atau penokohan dalam memasarkan Vocaloid dibandingkan dengan perusahaan saingannya di Eropa.
Yamaha pun mengumumkan seri Vocaloid 02 pada bulan Januari 2007. Hanya satu bulan berselang, Power FX, sebuah perusahaan Swedia merilis pula Vocaloidnya yang bernama SweetAnn. Setelah itu Crypton Future Media memutuskan untuk menghadirkan karakter yang lebih kuat daya tariknya dalam Vocaloid 02, yaitu Hatsune Miku pada tanggal 17 Agustus 2007. Nama Miku sendiri berasal dari huruf kanji Hatsu (初, awal), Ne (音, bunyi), dan Miku (未来, Masa Depan, ditulis dalam huruf katakana ミク).
Pasar otaku di Jepang pun bergolak. Hatsune Miku, yang suaranya disulih oleh pengisi suara Saki Fujita berhasil meraih angka penjualan yang demikian tinggi hingga habis stoknya di hari pertama dipasarkan.

Kaito, Meiko dan juga Miku beserta voice library lainnya yang nantinya menyusul, meraih nilai lebih, terbukti dari tingginya permintaan akan piranti ini sejak diluncurkan. Terlebih lagi Crypton sepertinya menyadari pula bahwa karakter yang bersifat moe dapat lebih diterima. Vocaloid beserta karakter-karakternya muncul sebagai fenomena yang merebak bagaikan jamur di musim hujan.

Desain Hatsune Miku, yang dirancang oleh ilustrator bernama samaran KEI, menjelma menjadi ikon idola yang disukai dan dengan cepatnya menjadi idola bagi sebagian besar kalangan otaku. Beberapa saat kemudian, seiring dengan popularitas Miku yang semakin meningkat, Crypton Future Media kemudian ‘membuatkan’ adik kembar bagi Miku, Kagamine Rin dan Kagamine Len, yang suaranya diisi oleh Asami Shimoda.
鏡音リン・レン act2

sementara karakter lain yang tampil lebih dewasa, Megurine Luka diluncurkan seiring dipasarkannya Vocaloid 02. Suaranya diisi oleh Yuu Asakawa.

Bahkan seorang artis penyanyi terkenal Jepang asal Okinawa, Kamui Gackt, bersedia pula menyumbangkan suaranya untuk menjadi salah satu warna suara yang dapat dipasang dalam Vocaloid. Nama karakter yang diberikan adalah Kamui Gakupo, atau GACKPOID.

Sebuah situs video streaming yang bernama NicoNicoDouga, ternyata tak sengaja menjadi batu loncatan bagi Hatsune Miku dan kawan-kawannya menuju popularitas yang lebih jauh. Video klip berjudul Ievan Polkka, yang diunggah dalam situs NicoNico Douga dan juga Youtube banyak diakui di kalangan otaku sebagai video pertama pemicu lahirnya ritual untuk mencover lagu-lagu yang tercatat sebagai lagu resmi Hatsune Miku. Di situ digambarkan daun bawang yang diayun-ayunkan oleh Miku sambil bernyanyi.

Miku sendiri dalam video itu tampil dengan wajah yang lebih berciri karikatur. Banyak fans yang menamai Miku mungil ini “Hachune Miku” (kemudian nama ini pun diakui pula oleh perusahaan pembuatnya sebagai Miku dalam porsi badan mungil).

Video klip yang dibuat oleh penggemar, dinikmati bersama, ditampilkan bersama lagu yang dibuat oleh penggemar juga. Software ini memperoleh ‘nafas’ dan ‘jiwa’-nya dari komunitas otaku. Hanya saja kali ini merambah ke tingkat yang lebih jauh. Tidak hanya untuk dinikmati bersama, namun diproduksi bersama-sama. Lagu-lagu yang terkumpul menjadi album, berbagai tribut untuk lagu terkenal lainnya yang sudah ada, mulai dari J-Pop, J-Rock ,Soundtrack Anime/ Game, bahkan Enka dan lagu tradisional Jepang lainnya kemudian tersebar luas, dinyanyikan oleh para Vocaloid ini. Situs knowyourmeme.com bahkan menyebutkan bahwa lagu yang telah terkumpul dan dinyanyikan oleh vocaloid telah melebihi 9000 buah. Para musisi, baik amatir maupun profesional, grup maupun perorangan bersama-sama menggunakan Vocaloid dalam lagu yang mereka mainkan.
Sasaran pengguna yang ingin dicapai oleh Crypton Future Media tadinya mungkin saja hanya beberapa kalangan pengguna komputer, lebih tepatnya para musisi, amatir maupun profesional, yang bekerja lewat piranti digital. Hanya saja, sebagian besar musisi profesional di dunia (baca: berbahasa Inggris) baru menggunakan Vocaloid sebagai alat untuk mensimulasikan sebuah lirik lagu untuk diperdengarkan kepada sang penyanyi manusia sebelum rekaman, kalaupun tidak untuk dijadikan penyanyi latar.
Sementara itu, dunia komunitas otaku dan komunitas online mengenal istilah doujinshi, yaitu karya amatir yang dibuat lebih untuk kesenangan dan penghargaan terhadap suatu karya yang telah keluar sebelumnya. Dalam hal ini peran internet sebagai media yang dapat menyebarluaskan sang “virtual idol” amatlah penting. Tidak hanya NicoNicoDouga, melainkan juga situs video streaming lainnya yang lebih dikenal seperti YouTube.
Dengan adanya lingkar kerja yang lebih rumit dan dikerjakan lebih serius seperti ini, mungkinkah Hatsune Miku hanya ditampilkan untuk kesenangan belaka? Pada tanggal 27 Agustus 2008, Oricon Chart mengukuhkan album Vocaloid, “Re-Package” (oleh Livetune) yang terjual sebanyak 20000 kopi. Album ini meraih peringkat kelima di minggu yang sama.
(BERSAMBUNG)

Visual-Kei

Saat kita naik kendaraan, kita melihat satu obyek yang menarik perhatian kita, kita akan mengeluarkan ekspresi spontan sesuai dengan perasaan kita. Belum tentu sebuah apresiasi, tetapi bisa saja suatu hal perasaan kekecewaan, sedih, bingung, dan sebagainya. Contoh seperti saat kita melihat kecelakaan sepeda motor di jalan, biasanya pada saat seperti ini kita akan mengeluarkan ekspresi kasihan, tapi ada juga orang yang menertawakan atau menyanjung. Begitu juga ketika kita tanyakan kepada orang tuna netra mengenai lukisan surealis dari Salvador Dali, pastinya dia akan marah akan pertanyaan itu.

Kata atau istilah Visual-Kei yang merupakan bahasa perpaduan serapan bahasa Inggris dan bahasa Jepang, jika kita teliti terdiri dari kata ‘visual’ dan ‘kei’. Visual yang dalam kamus Oxford adalah of or connected with seeing or sight, yang artinya sesuatu berhubungan dengan penglihatan atau tampilan. Kei yang artinya sistim, aliran, dan keturunan. Visual-Kei yang biasa orang mengartikannya aliran yang berhubungan seni peragaan atau penampilan. Mungkin hampir serupa dengan istilah visual art, tetapi obyeknya berupa lukisan, guci keramik, patung, arsitektur, dan lain-lain.

Ada orang yang mengatakan visual-kei itu hanyalah penampilan luar, tetapi sebenarnya dengan penampilan itulah kita bisa melihat karakter dari manusia itu. Adapun dengan model atau warna yang bisa kita lihat pada obyek tersebut terdapat pesan yang disampaikan kepada kita.

Ketika kita lihat di pertandingan sepak bola dunia, ada disatu bagian berwarna merah dan satu bagiannya berwarna biru. Jika kita di luar negeri, bisa saja kita menebak itu kelompok Hooligans atau supporter Manchester United, tanpa melihat lambang Red Devil.

Ketika kita ke daerah Amazon, Amerika Selatan; kita juga bisa membedakan suku-suku dengan corak-corak yang spesifik. Di dalam satu suku pun kita juga bisa membedakan tanpa berkomunikasi mengenai mana yang penduduk biasa dengan kepala suku.

Apakah kita bisa melihat karakter, kelompok, pesan, dan sebagainya tanpa berkomunikasi? Jawabnya “ya”, walau terkadang hanya sebuah asumsi, karena itu hanya sebagian informasi yang kita dapat simpulkan sementara berdasarkan pengetahuan yang pernah kita dapatkan.

Berbicara mengenai appearance atau tampilan, ada satu kejadian yang cukup menggemparkan dunia dengan kehadiran 3 Tenors (Pavarotti, Domingo, dan Carreras). Mereka bertiga menampilkan sebuah panggung spektakuler, yakni tata pencahayaan, amplifier yang cukup besar, dan dekorasi yang modern, padahal mereka hanya membawakan lagu-lagu klasik era 1800-an dan tempatnya di Caracalla, Roma (video). Lagu lama dengan penampilan baru, apakah ini bisa juga kita anggap dengan visual-kei?

Monday, July 19, 2010

Apa sih MIDI itu ?

~Musical Instrument Digital Interface.
Sebuah teknologi yang memungkinkan alat musik elektronik, komputer, dan alat-alat lainnya terhubung secara teratur, dapat saling mengirim pesan, terkontrol dan bersinkronisasi dalam waktu yang bersamaan. Singkatnya di jaman sekarang MIDI ibaratnya file mentah standar internasional untuk notasi musik. Soalnya dari MIDI pun kita dapat menulis partitur musik dan dapat langsung dimainkan.

Siapa yang menemukan?
~Sekalipun banyak orang yang telah merintis konsep tentang pembuatan MIDI, MMA (Asosiasi Manufaktur MIDI) mengakui Dave Smith dari Sequential Circuits, Inc. Ia mengajukan sebuah karya tulis kepada Audio Engineering Studio, USA. pada tahun 1981 dan diterima dengan amat baik. Kemudian spesifikasi MIDI 1.0 diluncurkan ke publik pada tahun 1983. Kini Dave Smith dikenal sebagai bapak penemu MIDI. Teknologi MIDI pun telah distandarisasi dan dikelola oleh MIDI Manufacturers Association (MMA).

Apa saja sih yang dibutuhkan untuk membuat MIDI?
~Mari kita bayangkan. Membuat file data MIDI tak jauh berbeda seperti seorang koki yang sedang mempersiapkan sebuah masakan. Masakan di sini tentunya berarti file data MIDI. Pada dasarnya kita membutuhkan sebuah penyimpan data digital dan alat untuk mengutak-utik data. Misalnya sebuah komputer atau Keyboard berbasis MIDI. Ini adalah ‘’dapur’nya.
Dalam dapur tersebut tentunya ada macam-macam perabot dapur yang tersedia. Ibaratkan saja kabel input/output MIDI, MIDI interface, headphone atau floppy disk yang anda punya sebagai pisau dapur, sendok, mixer, penghalus merica, atau penumbuk bawang/cabai/rempah; segalanya tersedia dalam dapur anda, bukan?

Bagaimana proses awalnya?
~Ayo berkhayal tentang masakan lagi. Pertama-tama sang koki akan menentukan ‘resep’ apa yang akan ia buat hari itu. Anggap saja ‘resep’ itu adalah sebuah lagu. Ambil sejumput gesekan cello, 5 siung gesekan biola, 1/2 sendok makan petikan harpa halus diiris tipis, dan 500g bunyi piano. Aduk bunyi piano dengan sejumput gesekan cello. Diamkan 5 menit. Iris tipis 5 siung gesekan biola, tumis, lalu masukkan adonan piano dan biola, sambil diaduk masukkan 1/2 sendok makan irisan petikan harpa. Selalu gunakan ‘alat dapur’ yang memadai. Keyboard atau sebuah MIDI controller di sini berfungsi sebagai ‘’pisau dapur’ yang memastikan anda mendapatkan irisan yang sesuai.

Jika tak punya MIDI controller bagaimana?
~(Ternyata proses memasak itu paling mirip dengan menggubah lagu dalam format MIDI ya) Tidak semuanya harus dipotong dengan pisau dapur bukan? Terkadang kita harus menggunakan cetakan untuk membentuk adonan atau tangan kita untuk membagi-bagi adonan. Di sinilah fungsi sebuah software komputer yang dapat memudahkan kita membuat lagu, mengetik/mengklik satu persatu nada yang kita inginkan, tahap demi tahap.
Jika anda adalah seorang otodidak yang tidak dapat membaca partitur musik, proses seperti ini amat berguna untuk menuangkan ide dalam kepala anda ke dalam tiap track dalam waktu yang relatif singkat. Itu pun tergantung kerajinan dan ketrampilan anda untuk mencari jalan termudah atau tercepat menghasilkan sebuah komposisi lagu.

Apa saja kemampuan standar MIDI?
Dalam file MIDI standar atau yang dikenal dengan GM (General MIDI) terdapat 16 jalur/ channel dan 128 pilihan alat musik/ instrument patch yang bisa dikontrol dengan fungsi controller MIDI. Kalau 1 channel dapat mewakili satu instrumen musik, maka paling banyak ada 16 instrumen yang dapat dimainkan secara bersamaan.
Di dunia telekomunikasi seluler ini dikenal dengan fitur polyphony. Cobalah periksa ringtone telepon seluler anda. Itu bisa saja merupakan file MIDI. GM pun telah berkembang menjadi bermacam standar yang dipakai di beberapa alat musik elektronik. Misalnya kemampuan GM2 yang bisa memainkan lebih dari 16 channel. Masih banyak lagi kemampuan MIDI standar yang bisa anda temukan sendiri dengan mengotak-atiknya. Seperti halnya pulau harta karun, ini bisa juga jadi jebakan bagi anda yang ingin menghasilkan suara MIDI menyamai instrumen aslinya. Masih ingat seperti apa suara soundtrack dari beberapa acara televisi kita?

Bagaimana perkembangan MIDI di dunia?
Selain MMA, pengelola yang mengembangkan dan mempublikasikan MIDI di luar USA adalah AMEI (Association of Musical Electronic Industry) yang berbasis di Jepang.
Hingga kini, bermacam-macam penggunaan musik berbasis MIDI telah memudahkan proses rekaman, pembuatan musik latar game, bahkan mengatur pencahayaan panggung pertunjukan secara otomatis dengan fungsi protokol MSC (MIDI Show Control) yang dirancang pada tahun 1991.
Akhir-akhir ini banyak dibuat robot yang dapat bermain musik, dengan memainkan file MIDI sebagai sumber data mereka.

Apa benar musik MIDI sangat identik dengan
Soundtrack/ musik pengiring game elektronik?
File MIDI yang teramat kecil ukurannya apabila dibandingkan dengan file-file audio (apabila diubah menjadi digital), sangat menghemat ruang penyimpanan data dalam sebuah piranti. Inilah yang menyebabkan file-file MIDI amat populer digunakan dalam industri game sepanjang era ’80 dan ‘90 an.
Pada zaman itu, piranti game yang diperjualbelikan belum lazim memakai CD seperti saat ini. Kualitas suaranya yang masih berbeda jauh dengan musik akustik pun mempengaruhi penilaian banyak orang hanya dengan membandingkannya sekilas saja. Hal tersebut pun juga masih terlihat hingga kini. Orang sepintas akan menilai musik MIDI sebagai musik game.
Seiiring zaman, musik akustik pun mulai dapat digunakan secara luas dalam CD yang kapasitasnya kian bertambah. Namun musik MIDI tetap mempertahankan kedudukannya yang terhormat dalam industri game, sebab banyak pula perusahaan pembuat piranti lunak yang mencari cara untuk memiripkan hasil karya MIDI dengan alat musik asli. Di samping itu, beberapa tema game futuristik menuntut penggunaan instrumen elektronik yang mau tak mau, berbasiskan MIDI.

Dapatkah musik MIDI menyaingi musik akustik?
Musik berbasis MIDI yang terbatas, bagaimanapun tak akan pernah bisa menggeser kedudukan musik akustik yang dimainkan langsung oleh anggota tubuh, pikiran dan perasaan manusia. Dari berbagai segi, ada banyak hal yang tak dapat diwakili sebuah file MIDI dalam menyajikan lagu yang bisa dinikmati atau dirasakan secara penuh, selain kemampuannya untuk memudahkan pekerjaan. MIDI merupakan instrumen musik, hanya salah satu alat yang sejajar dengan instrumen musik lainnya, tentu saja dengan segala kelebihan maupun kekurangannya. Bagaimanapun, tanpa manusia yang menjadi ‘koki’nya, masakan ini pun tak akan dapat ‘disajikan’.

Sunday, June 13, 2010

3 Konsep dalam pengkajian Budaya Populer

Seperti yang disebutkan Aji dalam blog sebelumnya, budaya populer memang masih menjadi "momok" dalam kalangan pakar budaya. Hingga saat ini belum ada definisi yang kongkrit yang dapat menjelaskan apa itu budaya populer?

Budaya, ideologi dan populer merupakan konsep penting dalam pengkajian budaya populer. Raymond Williams (dalam Storey, 1993:2)budaya didefinikan sebagai "...a particular way of life, whether of a people, a period or a group". definisi ini menganggap budaya sebagai "lived culture" atau "cultural practice" Misalnya perayaan Hari Raya, kebiaasan membaca komik di kalangan remaja, karaoke, dan sebagainya. selain itu Williams juga memaparkan "culture could be used to refer to the works and practices of intelectual and especially artistic actvity". Definisi ini menganggap budaya sebagai "culture texts". Budaya dalam konteks ini berbentuk teks-teks atau praktik-praktik kegiatan artistik seperti sinetron, musik pop, komik, gaya berpakain, dan sebagainya.

.....to be continued

Friday, June 11, 2010

Budaya Populer

Apa sih budaya populer itu?
Mungkin ini adalah pertanyaan yang sering dilontarkan ketika kita ingin mengkaji ataupun meneliti budaya populer. Apalagi kalau yang kuliah di sastra Jepang, ketika kita ingin mengkaji hasil karya budaya populer Jepang, seperti anime, manga, ataupun j-pop, pasti deh dosen kita akan menanyakan hal ini.

Jadi apa sih budaya populer itu?
Sudah banyak buku-buku yang telah terbit membahas budaya populer ini, salah satunya adalah bukunya John Storey yang berusaha memetakan budaya populer tersebut.
Menurut John Storey, momok yang bernama budaya populer tersebut, bisa dipetakan menjadi enam definisi.

Yang pertama adalah kalau kita melihat dari istilah populer itu tersebut. Kalau menurut Raymond Williams populer itu mempunyai empat makna. yaitu : "banyak disukai orang," "jenis kerja rendahan," "karya yang dilakukan untuk menyenangkan orang," budaya yang memang dibuat oleh orang untuk diriya sendiri." Budaya populer merupakan penggabungan antara kata budaya dan kata populer ini, jadi dapat kita simpulkan bahwa budaya populer adalah budaya yang banyak disukai orang dan bersifat dinamis dan periodik. Dengan kata lain, budaya populer ini tidaklah statis tapi akan mengalami perkembangan sesuai dengan selera masyarakat pada periode tertentu.

Definisi kedua adalah budaya populer didefinisikan sebagai budaya yang tertinggal atau budaya rendah. Definisi ini dikaitkan dengan adanya budaya tinggi atau budaya adiluhur. Ketika budaya populer dibandingkan dengan budaya tinggi atau budaya adilihur, maka budaya populer dianggap sebagai budaya yang tidak bisa masuk ke dalam katagori budaya tinggi, karena itu budaya populer dikatakan sebagai budaya yang tertinggal atau budaya rendah.

Untuk definisi ketiga adalah budaya populer sebagai budaya massa. Pada definisi ini, penakanan dilihat dari jumlah produksi. Dikatakan bahwa budaya populer sebagai budaya massa secara komersial tidak bisa diharapkan. Ia diproduksi massa untuk konsumsi massa, karenanya budaya hanyalah dianggap sekedar rumusan untuk memanipulasi massa.

Sedangkan definisi keempat, menganggap bahwa budaya populer adalah budaya "Rakyat." Budaya populer ini dianggap sebagai sesuatu yang diterapkan pada "rakyat" dari atas. Jadi kalau kita melihat budaya populer dari sudut pandang ini maka kita harus memperhatikan siapa yang dimaksud rakyat dan siapa yang dianggap sebagai "atas" atau produsen atau kaum kapitalis yang menciptakan pasar.

Pada definisi kelima, yang jadi dedekotnya adalah tokoh-tokoh dari aliran marxis. Pada definisi ini budaya populer adalah wujud pengambaran hubungan antara kaum dominan dengan kaum subordinasi, yang merupakan pengembangan konsep Hegemoninya Antonio Gramsci. Budaya populer dianggap sebagai penciptaan kesadaran semu dari kaum kapitalis modern kepada masyarakat umum.

Terakhir definisi keenam adalah budaya populer adalah budaya postmo, sehingga budaya tidak lagi diakui adanya budaya tinggi dan pop. Jadi semua kondisi, kejadian, artifak semuanya dianggap sebagai suatu fenomena ataupun gejala yang ada makna lain dibaliknya.

Jadi inilah budaya populer yang dipetakan oleh John Storey. Bagaimana dengan budaya populer Jepang itu sendiri? Jawaban mungkin akan anda temukan di tulisan mendatang. He he he he :)